Allah SWT berfirman di dalam QS. Al-Isra
ayat 23 :
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوْا إِلَّا إِيَّاهُ
وَبِاْلوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ اْلكِبَرُ أَحَدُهُمَا
أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيْمًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu
dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya
sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.”
Islam merupakan agama
syamil, yang sempurna memperhatikan setiap detil kehidupan manusia. Mulai
membuka mata di pagi hari hingga kita memejamkan mata. Rasulullah Muhammad saw
pun diutus dengan tujuan mulia, sebagai agen perbaikan akhlak manusia,
sebagaimana sabda beliau:
إِنَّمَا
بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak mulia”
Maka sesuai dengan
tujuan pengutusan Rasulullah tersebut, sudah menjadi kewajiban setiap muslim yang
mencitai Rasulullah dan mengakui dirinya sebagai pengikut setia beliau untuk
senantiasa memperindah diri dengan akhlak mulia.
Salah satu yang utama
dari keindahan akhlak Islami adalah yang mengatur tentang etika pergaulan anak
dengan orang tuanya. Sebagaimana sudah disebutkan di awal, bahwa seorang anak
dilarang mengucapkan kata “ah” kepada keduanya. Maka jika perkataan “ah” saja
sudah terlarang bagi seorang muslim, apalagi kata-kata kasar dan makian bahkan
tindakan fisik kepada keduanya.
Muslim yang baik adalah
muslim yang paling baik terhadap keluarganya, sesuai sabda Rasulullah saw:
خَيْرُكُمْ
خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ, وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِاَهْلِي
“Sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik kepada
keluarganya, dan aku adalah yang paling baik di antara kalian kepada keluarga.”
Jika tolak ukur
kebaikan seorang muslim adalah kebaikannya kepada keluarga, maka keluarga yang
paling berhak untuk mendapatkan kebaikan kita adalah orang tua. Mengapa orang
tua? Pasti sudah jelas alasannya dan sama-sama kita ketahui semua. Segala
kebaikan orang tua hampir menyamai kebaikan Tuhan kepada hamba-Nya, karena
orang tua adalah perwujudan Tuhan bagi anaknya. Jika seorang penulis terkenal
yang sudah menulis puluhan buku atau novel diminta untuk menulis kebaikan dan
kasih sayang orang tua yang sudah melahirkannya, pasti tidak akan cukup waktu
dan umurnya untuk menuliskan semua kebaikan itu.
Untuk menuliskan
betapa besar perjuangan seorang ibu ketika mengandung anaknya saja membutuhkan
ratusan bahkan ribuan kata untuk mengungkapkan betapa sulitnya hari demi hari
dan bulan demi bulan yang semakin sulit dilalui, namun semua tidak pernah
dirasakan, dan kesulitan itupun hilang seiring datangnya harapan untuk memeluk
anak tercinta ketika lahir nanti. Belum lagi untuk menggambarkan betapa
sakitnya saat Ibu melahirkan kita, yang menurut penelitian ibarat 20 tulang
dipatahkan dalam waktu bersamaan atau seperti merasakan 57 del (unit) rasa
sakit, sedangkan manusia normal hanya mampu merasakan maksimal 45 del (unit)
rasa sakit. Belum selesai sampai di situ usaha orang tua kita, ayah kita harus
berusaha sekuat tenaga untuk mencari nafkah demi masa depan kita, meski harus
menyingkirkan mimpi-mimpi masa mudanya. Tidak hanya cukup bekerja di waktu
siang, malam pun terkadang ibu dan ayah harus bergantian berjaga demi kita.
Belum lagi jika kita menangis sepanjang malam, mereka pun harus mengorbankan
waktu istirahat mereka, lagi-lagi demi kita anaknya tercinta.
Mereka
mengajarkan kita berbicara, kata demi kata, hingga kita mampu mengucapkan
kalimat. Meski kini, apa yang mereka ajarkan kita gunakan untuk mencaci mereka,
menyakiti hati mereka dengan ucapan-ucapan kasar. Bisakah kalian bayangkan
betapa sakitnya hati mereka jika mereka menerima perlakuan itu dari anak yang
mereka rawat dengan penuh kasih dan sayang, sejak ada dalam kandungan, hingga
kita sebesar ini?
Ketika usia kita
bertambah, mereka mulai mengajarkan kita berjalan, beberapa kali kita terjatuh,
namun mereka tidak putus asa membimbing kita untuk kembali berdiri, hingga kita
mulai melangkahkan kaki ini, selangkah demi selangkah, hingga akhirnya kita
mulai mampu berlari. Meski kini, ketika dewasa, kita sering malu mendampingi
mereka hanya untuk sekadar berbelanja di mall atau mengantar mereka ke luar
rumah. Bahkan ketika kaki mereka mulai lemah, mampukah kita untuk menjadi kaki
bagi mereka, mampu kah kita bersabar untuk menuntun mereka, seperti yang mereka
lakukan ketika kita belum mampu menegakkan kaki ini di atas bumi? Pernahkah
kalian merenungkan hal tersebut wahai sahabat?
Keduanya pun yang
memberikan kita makan dengan suapan-suapan kasihnya, ketika tangan ini belum
mampu untuk makan sendiri. Meski kini atau nanti ketika keduanya sudah sulit
untuk sekadar mengangkat sendok untuk menyuapkan nasi ke dalam mulut mereka
sendiri, kita belum tentu ada untuk mereka saat itu. Apakah pernah kalian
renungkan juga hal tersebut wahai teman?
Mereka pula yang
berusaha dengan segenap kemampuan untuk memastikan kita mendapatkan pendidikan
terbaik, melebihi yang mereka dapatkan dahulu. Meski kini, ketika kita pintar,
kita gunakan kepintaran tersebut untuk menganggap mereka bodoh, jadul,
ketinggalan zaman. Sadarkan engkau wahai ananda, kepintaranmu itu akibat usaha
orang tuamu, apakah pantas kau perlakukan mereka seperti itu?
Ingatlah anak-anakku
tercinta, Allah SWT meletakkan surga di telapak kaki ibumu, agar engkau
merendahkan diri dan menundukkan hati di hadapan kedua orang tuamu. Tidaklah
pantas seorang anak menyombongkan diri di hadapan orang tuanya, karena segala
hal yang dicapai saat dewasa adalah hasil kerja keras orang tuanya. Bahkan
Rasulmu pun telah menegaskan bahwa manusia terbaik yang harus mendapatkan
penghormatanmu adalah Ibu dan Ayahmu.
Dan ingatlah,
tidak perlu kau singkirkan mereka dari kehidupanmu dengan menghindar untuk berkumpul
bersama mereka, berbincan dengan mereka, berjalan-jalan bersama mereka. Dan
tidak perlu juga engkau berkata kasar dan menyakiti hati dan fisik keduanya.
Karena akan datang saat di mana mereka akan pergi dari kehidupanmu. Ya, mereka
pun pada saatnya akan meninggalkanmu selama-lamanya. Dan jika saat itu tiba,
janganlah engkau menjadi orang yang paling menyesal di dunia, karena tidak
pernah memanfaatkan moment-moment berharga bersama keduanya. Mereka tidak akan
selamanya ada di sisimu, maka gunakanlah kesempatan itu sebaik-baiknya, karena
itu adalah jalan terbaikmu menuju surga yang Allah janjikan.
Semoga Allah memberikan kita kesempatan untuk menjadi
anak-anak yang mampu berbakti untuk kedua orang tua kita, semoga Allah juga
memanjangkan umur keduanya dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah. Dan semoga
Allah mengumpulkan kita bersama seluruh keluarga kita di surga-Nya kelak.
Aamiiin Ya Robbal Alamin...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar