Rabu, 19 Januari 2011

Doa Mohon Kemudahan Urusan

اللهُمَّ يَا مُيَسِّرْ كُلَّ عَسِيْرٍ, وَ يَا جَابِرَ كُلِّ كَسِيْرٍ, وَيَا صَاحِبَ كُلِّ فَرِيْدٍ, وَيَا مُغْنِيَ كُلِّ فَقِيْرٍ, وَيَا مُقَوِّيَ كُلِّ ضَعِيْفٍ, وَيَا مَأمَنَّ كُلِّ مَخِيْفٍ, يَسِّرْ عَلَيْنَا كُلَّ عَسِيْرٍ, فَتَيْسِيْرُ العَسِيْرِ عَليْكَ يَسِيْرٌ.
اللهُمَّ يَامَنْ لاَ يَحْتَاجُ إليَ البَيَانِ وَالتَّفْسِيْرِ حَاجَاتُنَا إليْكَ كَثِيْرٌ وَأنْتَ عَالِمٌ بِهَا وَبَصِيْرٌ.
Artinya :
Ya Allah Dzat Yang Maha mempermudah segala yang sulit, dan Dzat Yang Maha merekatkan yang terpecah belah, dan Dzat Yang Maha menemani yang sendirian, dan Dzat Yang Maha Memperkaya setiap yang faqir, dan Dzat Yang Maha Memperkuat setiap yang lemah, dan Dzat Yang Maha memberi keamanan pada setiap yang ketakutan, berilah kemudahan kepada kami atas segala yang sulit, karena sesungguhnya mempermudah yang sulit, bagi-Mu adalah sangat mudah.
Ya Allah Dzat Yang tidak membutuhkan penjelasan dan penafsiran, (sungguh) Hajat kami kepada-Mu sangatlah banyak, dan Engkau Maha Mengetahui semua itu dan Maha Melihat(nya).”

Akhlak Islam

BERAKHLAK DENGAN AKHLAK ALLAH SWT
Oleh : Helmi Noor Irsyada, S.PdI

Berakhlak dengan akhlak Allah SWT. Sebelum membahas tentang apa dan bagaimana berakhlak dengan akhlak Allah SWT, kita pahami dulu pengertian akhlak baik dari segi bahasa maupun dari segi istilah.
Dilihat dari segi etimologi, perkataan akhlak berasal dari bahasa Arab adalah bentuk jama’ dari kata khulk, yang di dalam kamus Al Munjid berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat (Al Munjid : 194).
Menurut Imam Al Ghazali “kata Al Khalqu [ciptaan, makhluk] dan Al Khuluqu [budi pekerti] itu adalah dua ibarat yang dipergunakan bersama-sama... . Yang dimaksud dengan Al Khalqu adalah bentuk lahiriah dan yang dimaksud dengan Al Khuluqu adalah bentuk batiniah.” (Al Ghazali; 1994 : Jld.5 : 107).
Jika ditinjau dari segi epistimologi kata akhlak dapat diartikan sebagai “ungkapan tentang sikap jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu” (Binbaga Islam ; 1992). Senada dengan pengertian di atas, Imam Al Ghazali di dalam kitab Ihya Ulumuddin menyatakan bahwa akhlak adalah “suatu ibarat tentang keadaan dalam jiwa yang menetap di dalamnya. Dari keadaan dalam jiwa itu muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah dengan tanpa memerlukan pemikiran dan penelitian” (Al Ghazali; 1994 : Jld. 5 : 108).
Setelah memahami pengertian akhlak tersebut maka dapat kita simpulkan, bahwa akhlak atau budi pekerti adalah sikap atau perbuatan yang muncul secara reflect dari diri seseorang tanpa pertimbangan pikiran terlebih dahulu, baik itu merupakan akhlak madzmumah (tercela) maupun akhlak karimah (mulia).
Sekarang kita coba membahas, apa, kenapa, dan bagaimana berakhlak dengan akhlak Allah SWT?. Berakhlak dengan akhlak Allah SWT berarti menghadirkan sifat-sifat Allah di dalam semua sifat, sikap, dan amal perbuatan kita sehari-hari. Salah satu contohnya adalah menghadirkan sifat Ar Rahman (Maha Pengasih) Allah SWT di dalam sikap kita, saat melihat sahabat yang sedang mengalami kesulitan, maka orang yang berakhlak dengan sifat Allah (Ar Rahman) akan dengan segera membantu orang tersebut, tanpa memikirkan keuntungan atau kerugian yang akan ia dapatkan dari membantu sahabatnya tersebut.
Setelah tau apa yang dimaksud berakhlak dengan akhlak Allah SWT, mari kita coba telusuri Kenapa Kita Harus Berakhlak dengan Akhlak Allah SWT?. Sebagai seorang makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, manusia diberi beberapa kelebihan dibanding makhluk lain, pertama, manusia diciptakan dalam bentuk yang paling baik, seperti yang dijelaskan dalam QS. At Tiin; 4 berikut :
 لَقَدْ خَلقْنَا الإنْسَـانَ فِي أحْسَنِ تَقْوِيم ٍ
Artinya : ”Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” .
Kedua, manusia diberi kemampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk serta diberi hak untuk menentukan jalan hidupnya masing-masing. Hal tersebut tergambar di dalam QS. Asy Syams; 8 berikut :
فَألْهَمَهَا فُجُـورَهَا وَتَقوٰهَا 
Artinya : ”Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya”.
Dari kelebihan yang kedua tersebutlah yang menjadi acuan kenapa manusia harus memiliki akhlak atau budi pekerti yang mulia, karena setiap manusia memiliki potensi untuk berbuat kerusakan maupun kebaikan. Maka siapa lagi yang patut dijadikan contoh di dalam kesempurnaan sifat selain Dzat Pemilik segala kebaikan dan kesempurnaan, Dialah Allah SWT Tuhan semesta alam. Seperti yang disabdakan Rasulullah saw :
تَخَـلَّقُوا بِأخْلاَقِ اللهِ
Artinya : “Berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah SWT”.
Setelah memahami apa dan kenapa berakhlak dengan akhlak Allah SWT, mari kita kaji bagaimana caranya?. Setidaknya ada dua cara yang dapat kita lakukan untuk menerapkan Akhlak atau sifat-sifat Allah di dalam diri kita.
Yang pertama, memahami semua sifat baik yang dimiliki Allah SWT dalam Asmaul Husna dan menerapkannya dalam sikap dan perilaku kita sehari-hari. Mungkin akan timbul pertanyaan, apakah mungkin seorang manusia (makhluk) menerapkan sifat-sifat Allah dalam sikap dan perilakunya sehari-hari?. Jawabannya adalah sangat mungkin dan pasti bisa.
Sekarang coba kita kaji beberapa sifat mulia yang terkandung di dalam Asmaul Husna. Pertama, Ar Rahman dan Ar Rahim, bukankah setiap manusia sangat ingin dicintai dan dikasihi? Maka apakah tidak mungkin seseorang yang sangat mencintai rasa kasih dan sayang membagikan rasa tersebut kepada orang-orang di sekelilingnya?. Kedua, As Salam (Maha Pemberi keselamatan), bukankan naluri dasar manusia untuk hidup dalam keadaan aman dan tentram, terbebas dari rasa takut akan keselamatan diri dan keluarganya? Maka apakah tidak mungkin seseorang yang sangat menginginkan keselamatan dan keamanan bagi dirinya, membagikan rasa itu untuk orang lain di sekitarnya?. Ketiga, Al ‘Adlu (Maha Adil). Hampir dapat dipastikan seluruh manusia yang ada di dunia ini ingin diperlakukan secara adil dalam hal apapun. Maka hal tersebut merupakan hal yang sangat mungkin dimunculkan dalam sikap setiap manusia yang ingin berakhlak mengikuti akhlak Allah SWT.
Kuncinya adalah bahwa setiap manusia diciptakan dengan Ruh Allah SWT di dalamnya, maka sudah menjadi naluri dasar manusia untuk mencintai hal-hal baik yang tercermin dalam sifat-sifat Allah di dalam Asmaul Husna, hanya saja potensi manusia untuk berbuat hal-hal fasiklah yang terkadang menutupinya dari sifat-sifat mulia tersebut. Allah SWT berfirman di dalam hadits qudsi tentang proses penciptaan manusia :
وَنَفَخْتُ فِيْهِ مِنْ رُوْحِي
Artinya : “Dan Aku tiupkan Ruhku ke dalam jasad tersebut”.
Cara kedua untuk menerapkan akhlak Allah dalam perilaku kita sehari-hari adalah dengan mencontoh akhlak dan perilaku Rasulullah saw. Kenapa Rasulullah? Karena Rasulullah saw adalah makhluk mulia yang berakhlak dengan Al Quran, hal tersebut diterangkan dalam ucapan istri beliau sayyidah Aisyah ra. ketika ditanya oleh salah seorang sahabat perihal akhlak Rasulullah saw, maka Aisyah pun menjawab :
كَانَ أخْلاَقُهُ القُرْأن
Artinya : “Akhlak Rasulullah saw adalah Al Quran Al Karim”.
Jika melihat jawaban Sayyidah Aisyah tersebut maka dapat kita pahami bahwa manusia paling mulia yang ditegaskan Allah SWT di dalam Al Quran sebagai Uswah Hasanah bagi seluruh manusia berakhlak dengan Al Quran. Apa maksudnya? Maksudnya adalah bahwa semua sifat, sikap, dan perilaku Rasulullah tidak ada yang bertentangan dengan Al Quran atau dengan kata lain Rasulullah pun berakhlak dengan akhlak Allah SWT, karena Al Quran adalah firman Allah SWT.
Cara kedua mungkin adalah cara yang paling mudah untuk diaplikasikan bagi kita semua, karena walaupun kita tidak pernah bertemu dengan Rasulullah saw, namun berbagai keterangan dan kisah tentang gambaran sifat dan perilaku beliau telah sering kita dengar ataupun kita baca, baik dalam Al Quran maupun berbagai literatur sejarah. Sedangkan cara yang pertama akan sedikit sulit untuk kita terapkan, karena Dzat Allah SWT Yang Maha abstrak tidak mungkin dapat digambarkan oleh pikiran manusia yang penuh dengan keterbatasan. Namun, apapun cara yang ditempuh akan bermuara pada satu tujuan, yaitu sifat-sifat mulia nan indah yang dimiliki oleh Dzat Pemilik segala keindahan, Allah SWT.
Mencontoh akhlak Rasulullah saw merupakan suatu hal mutlak yang tidak dapat ditawar lagi bagi setiap muslim yang mengaku beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Karena Allah SWT dengan tegas telah mengatakan di dalam Al Quran surat Al Ahzab ayat 21 :
لَـقَدْ كَانَ لكُمْ فِي رَسُولِ اللهِ أسْوَةٌ حَسَنَة .... 
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu …”
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah adalah contoh yang paling tepat untuk diikuti, karena beliau sebagai seorang manusia pilihan telah dibekali dengan berbagai sifat mulia, di antaranya adalah sifat beliau yang empat : Shiddiq, tabligh, amanah, dan fathonah.
Rasulullah saw sudah terkenal sebagai pribadi yang jujur (Shiddiq) jauh sebelum beliau dinobatkan sebagai Rasul Allah. Sejak kecil beliau terkenal karena kejujuran dan sifat amanahnya, hingga seorang saudagar kaya bernama Khodijah tertarik untuk menjadi istri beliau. Bukan penampilan fisik dan harta kekayaan yang menjadi modal beliau untuk dihormati orang (meski sejarah menyatakan bahwa Muhammad saw adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah rupawan. Bahkan dapat dipastikan tidak ada satu wanitapun yang akan menolak beliau untuk diperistri), melainkan sifat-sifat terpuji yang menjadikan banyak orang tertarik kepada beliau sehingga mau menjadi pengikut setia beliau dalam menyebarkan ajaran Islam.
Selain empat sifat utama beliau, masih banyak sifat beliau yang dapat kita contoh dan wajib kita terapkan dalam sikap dan perilaku kita sehari-hari, di antaranya : Rasulullah adalah seorang pemimpin yang demokratis dan tidak diskriminatif, beliau tidak pernah membedakan suku, bangsa, bahasa, warna kulit, bahkan agama. Beliau merangkul semua kalangan dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Namun jika sudah bersinggungan dengan masalah akidah (keyakinan) maka beliau tidak akan bertoleransi dengan siapapun. Seperti saat beliau diajak berkompromi oleh kafir Quraisy untuk berhenti menyebarkan agama Islam dan akan diberikan apasaja yang beliau inginkan, maka Rasulullah saw pun menjawab : “Andai saja mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, niscaya tidak akan menghentikanku untuk tetap menyeru kepada syariat Allah SWT”.
Ketegasan dan sifat kasih sayang beliau dapat kita lihat dalam firman Allah di dalam QS. Al Fath; 29 berikut :
مُحَمَّـدٌ رَّسُولُ اللهِ قلي وَالذِيْنَ مَعَهُ أشِـدَّاۤءُ عَليَ الكُفـَّارِ رُحَمَـۤـاءُ بَيْنَهُمْ
Artinya : “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka...”.
Rasulullah saw juga merupakan pribadi yang penyabar dan penuh cinta kepada siapapun, tidak hanya kepada kerabat, sahabat, bahkan seorang pengemis yahudi buta yang selalu mencaci dan memaki beliau setiap haripun tetap beliau kasihi dan sayangi. Hingga pada suatu ketika setelah beliau wafat, sahabat yang juga ayah mertua beliau, Abu Bakar As Shiddiq, bertanya kepada Aisyah istri Rasulullah : Hai putriku, apakah amalan Rasulullah selama hidup yang belum pernah aku lakukan? Aisyahpun menjawab: engkau adalah ahli ibadah wahai ayahanda, engkau selalu melaksanakan yang wajib dan menunaikan yang sunnah, namun ada satu kebiasaan Rasulullah saw yang belum engkau lakukan, yaitu Rasul saw setiap pagi selalu pergi ke suatu pasar untuk memberi makan seorang pengemis buta. Maka keesokan harinya Abu Bakar pergi ke pasar tersebut untuk mencari sang pengemis, saat menemukannya iapun memberikan makanan yang ia bawa kepada pengemis tersebut. Namun si pengemis menolak makan yang Abu Bakar berikan, seraya bertanya, siapakah engkau? Abu Bakar pun menjawab : aku adalah orang yang memberikan makanan kepadamu setiap harinya. Pengemis itu kembali berkata : bukan, engkau bukan orang yang biasa memberiku makanan. Orang yang biasa memberiku makanan tidak pernah membiarkan tangan ini lelah untuk menyuap makanan, karena ia selalu menyuapiku dengan tangannya sendiri. Kemudian Abu Bakarpun berkata : memang benar, aku bukanlah orang yang biasa memberikan makanan kepadamu, karena orang tersebut telah meninggal dunia. Namun tahukah engkau siapa orang tersebut? Orang tersebut adalah Muhammad Rasulullah saw, orang yang selalu engkau caci dan engkau hardik setiap harinya, meski beliau tengah menyuapi engkau makanan. Mendengar ucapan Abu Bakar tersebut si pengemis menangis, ternyata orang yang setiap hari ia caci tanpa henti adalah orang yang selalu memberikan makanan kepadanya dengan tangannya sendiri.Iapun mengucapkan dua kalimat syahadat seketika itu di hadapan Abu Bakar As Shiddiq Betapa mulia akhlak Rasulullah saw, menghadapi orang yang menghardik dan menghinanya beliau tetap berpegang teguh dengan kesabaran dan kasih sayangnya. Maka di manakah kita yang mengaku sebagai pengikut setia beliau?, di manakah rasa kasih sayang dan kepedulian kita saat melihat saudara, tetangga, dan sahabat kita yang kesulitan?.
Dari pembahasan yang singkat tersebut mungkin dapat kita tarik beberapa kesimpulan :
1. Akhlak adalah pondasi utama untuk membentuk sebuah generasi super yang siap berkompetisi dalam segala bidang. Karena ilmu tanpa akhlak adalah bencana. Berapa banyak orang pintar di negeri ini yang kepintarannya hanya digunakan untuk menindas rakyat kecil, korupsi dan skandal-skandal seksual para pejabat dan publik figur, yang jika dikaji lebih dalam penyebab utamanya adalah kemerosotan moral dan akhlak. Oleh karena itu Ilmu + Akhlak + (Iman) = Insan Kamil (manusia sempurna dan pribadi matang yang mampu berkompetisi dalam berbagai bidang kehidupan).
2. Akhlak adalah suatu kebiasaan yang perlu dibentuk baik secara internal (niat dan motivasi pribadi) maupun eksternal (pengaruh dan dorongan orang lain atau lingkungan sekitar).
3. Berakhlak mengikuti akhlak Allah dan Rasul-Nya merupakan suatu kewajiban bagi setiap muslim, karena merupakan perintah Allah SWT dan Rasul-Nya. Serta merupakan sifat naluriah setiap manusia yang selalu menginkan kebaikan, keselamatan, keamanan, dan kenyamaan dalam hidupnya, yang kesemua itu dapat diwujudkan dengan Al Akhlaqul Karimah (akhlak mulia).
4. Sebagai pelengkap materi ini, mari kita lihat nasehat seorang hamba Allah yang penuh keimanan dan ketakwaan, Luqman, kepada anaknya, yang tercantum di dalam QS. Luqman ayat 13 – 19, yang dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Wahai anakku: janganlah engkau menyekutukan Allah SWT, sesungguhnya syirik itu merupakan kezaliman (dosa) yang sangat besar.
2. Bersyukurlah kepada Allah dan berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu, terutama ibumu yang telah mengandungmu selama sembilan bulan dengan susah payah.
3. Wahai anakku, sesungguhnya setiap perbuatan yang dilakukan manusia sekecil apapun akan dibalas oleh Allah SWT di akhirat kelak.
4. Wahai anakku : dirikanlah shalat, serulah manusia untuk berbuat kebajikan dan cegahlah mereka dari perbuatan yang munkar. Serta bersabarlah dari segala sesuatu yang menimpamu, karena sesungguhnya semua itu termasuk hal-hal yang diwajibkan Allah SWT.
5. Wahai anakku : Janganlah kamu memalingkan mukamu dari orang lain (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
6. Wahai anakku : sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkan suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah suara keledai.